Koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992
tentang Perkoperasian menyebutkan bahwa, Koperasi adalah Badan Usaha yang
beranggotakan orang seoarang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.
Untuk mensejahterakan koperasi, diperlukan peran aktif
dari setiap anggota agar terlaksananya sistem kinerja yang telah di atur .
Hanel, Alfred (1989)
membagi partisipasi anggota koperasi menjadi dua kelompok, yaitu:
1.
Partisipasi anggota sebagai pemilik.
Partisipasi ini sering disebut
dengan partisipasi kontributif, karena para anggota berpartisipasi dengan
memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dan pertumbuhan koperasi, dalam
bentuk keuangan, misalnya membayar simpanan-simpanan, pembentukan cadangan dan
penyertaan modal (capital resources). Di samping itu, para
anggota juga mengambil bagian dalam penetapan tujuan (goal
system), ikut serta dalam pengambilan keputusan (decision
making), dan ikut serta dalam mengawasi jalannya koperasi (control).
2. Partisipasi
anggota sebagai pelanggan.
Partisipasi ini
sering disebut juga partisipasi insentif, yaitu para anggota koperasi
memanfaatkan berbagai potensi atau jasa pelayanan yang diberikan koperasi (services)untuk
menunjang berbagai kepentingannya, seperti misalnya: pembelian, penjualan,
kredit, produksi, dan lain-lain.
Partisipasi
anggota dalam pemupukan modal memberikan kekuatan finansial bagi organisasi
koperasi. Semakin besar modal yang terkumpul, semakin besar pula peluang untuk
memperluas jangkauan usahanya. Koperasi yang bermodal kecil tentu akan
mengalami kesulitan dalam bersaing dengan pelaku atau lembaga ekonomi lainnya
(tengkulak, pedagang, bank). Partisipasi anggota dalam pembelian lebih
ditentukan oleh kesesuaian antara kebutuhan atau keinginan anggota dengan
penyediaan barang dan jasa yang dilakukan oleh koperasi. Apabila barang dan
jasa yang disediakan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan atau keinginan
anggota, maka anggota koperasi tentu tidak akan mau bertransaksi dengan
koperasi. Hal ini sama sekali tidak memberikan kontribusi ke arah pertumbuhan
pelayanan koperasi.
Partisipasi
anggota dalam penjualan barang atau jasa pada koperasi sangat tergantung pada
saluran distribusi dan biaya pemasaran. Semakin pendek jalur pemasaran dan
semakin rendah biaya pemasaran yang bisa ditawarkan oleh koperasi, maka semakin
tinggi manfaat (advantage) yang diterima oleh
anggota. Dalam kondisi yang demikian, tidak sulit bagi anggota untuk
selaluterusaha meningkatkan partisipasinya dalam koperasi. Partisipasi anggota
dalam usaha simpan pinjam biasanya dikaitkan dengan biaya transaksi. Dengan
adanya prinsip identitas ganda, di mana anggota sebagai pemilik, sekaligus juga
sebagai kreditur dan debitur.
A.
Partisipasi Anggota Sebagai Upaya Pencapaian Kemandirian
Koperasi
Anggota merupakan salah satu pihak yang menentukan
keberhasilan sebuah Koperasi, karena berapapun besarnya biaya pembinaan yang
dikeluarkan oleh pemerintah, gencarnya kampanye gerakan koperasi serta
tingginya dedikasi dari pengurus, Badan Pengawas dan Manager tidak akan membuat
sebuah koperasi berkembang tanpa adanya partisipasi aktif dari para anggotanya.
Kedudukan anggota dalam koperasi sangat penting karena anggota sebagai pemilik
(owners) dan juga merupakan pelanggan (users) bagi koperasi yang menentukan
maju dan mundurnya koperasi sesuai dengan pendapat dari Syamsuri SA.(1998:17)
yang menyatakan bahwa : “Koperasi hanya bisa hidup, tumbuh dan berkembang
apabila mendapatkan dukungan dari para anggotanya, yaitu orang-orang yang sadar
akan keanggotaannya, mengetahui hak dan kewajibannya serta mampu dan bersedia
mengikuti aturan permainan dalam organisasi Koperasi”.
Selanjutnya diungkapkan oleh Hendar Kusnadi (1999:64)
bahwa “Koperasi adalah badan usaha (perusahaan) yang pemilik dan pelanggannya
adalah sama, yaitu para anggotanya dan ini merupakan prinsip identitas ganda”,
dan dikatakan pula bahwa “Sukses tidaknya, berkembang tidaknya, bermanfaat
tidaknya dan maju mundurnya suatu koperasi akan sangat tergantung sekali pada
peran partisipasi aktif para anggotanya. Ke dua pendapat di atas mengungkapkan
bahwa anggota yang berperan sebagai pemilik maupun pelanggan merupakan kunci
utama dalam kemajuan koperasi, karena koperasi merupakan kumpulan orang-orang
dan bukan merupakan kumpulan modal yang menitik beratkan pada partisipasi
anggotanya. Keberhasilan suatu koperasi tidak lepas dari partisipasi seluruh
anggota baik partisipasi modal, partisipasi dalam kegiatan usaha, maupun
partisipasi pengambilan keputusan karena partisipasi anggota merupakan unsur
utama dalam memacu kegiatan dan untuk mempertahankan ikatan pemersatu di dalam
sebuah koperasi. Dengan demikian partisipasi anggota dalam koperasi diibaratkan
darah dalam tubuh manusia, karena pada kenyataannya untuk mempertahankan diri,
pengembangan dan pertumbuhan suatu koperasi tergantung pada kualitas dan
partisipasi anggota-anggota koperasi. Masalah yang timbul pada pertumbuhan
koperasi di negara kita yaitu pertumbuahan kuantitas koperasi tidak diimbangi
dengan kualitas yang baik sehingga banyak koperasi yang tidak aktif. Salah satu
kendalanya disebakan oleh karena masih banyak anggota yang kurang
berpartisipasi aktif di dalam kehidupan berkoperasi, padahal partisipasi
anggota dalam koperasi sangat penting peranannya untuk memajukan dan
mengembangkan koperasi sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Ropke
(2003:39) yang menyatakan bahwa :
Tanpa partisipasi anggota, kemungkinan atas rendah atau
menurunnya efisiensi dan efektivitas anggota dalam rangka mencapai kinerja
koperasi, akan lebih besar”. Partispasi merupakan peran serta anggota
dalam mengawasi jalannya usaha, permodalan dan menikmati keuntungan usaha serta
keterlibatan anggota dalam mengevaluasi hasil-hasil kegiatan koperasi. Tanpa
adanya partisipasi anggota, koperasi tidak akan ada artinya, dan tidak dapat
bekerja secara efisien dan efektif. Partisipasi anggota terdiri dari beberapa
jenis, baik partisipasi dalam kegiatan usaha Koperasi (transaksi jual
beli/simpan pinjam dengan Koperasi), partisipasi dalam pemupukan modal
(kesadaran anggota dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu membayar
simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela), partisipasi dalam
pengambilan keputusan (mengikuti rapat-rapat anggota) dan partisipasi
pengawasan. Kurangnya partisipasi anggota dalam kehidupan berkoperasi akan
mengakibatkan koperasi tidak dapat menjadi organisasi mandiri, karena
kemandirian disini tidak diartikan secara sempit dalam bentuk materiilnya saja
akan tetapi juga dalam wujud mental dan spiritual yang dimiliki oleh seluruh
anggota koperasi.
B.
Berbagai dimensi partisipasi anggota dalam koperasi
1.
Dalam kedudukan sebagai pemilik, para anggota:
Ô Memberikan
kontribusinnya terhadap pembentukan dan pertumbuhan perusahaan koperasinnya
dalam bentuk kontribusi keuangan ( penyertaan modal dan saham, pem,bentukan
cadangan, simpanan) dan melalui usaha-usaha pribadinnya.
Ô Dengan mengambil
bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan keputusan dan dalam proses pengawasan
terhadap tata kehidupan koperasinnya.
- Dalam kedudukannya sebagai pelanggan/ pemakai, para anggota memanfaatkan berbagai potensi yang disediakan oleh perusahaan koperasi dalam menunjang kepentingan-kepentingannya.
C.
Berbagai insentif dan kontribusi para anggota perorangan
Uraian secara singkat berbagai insentif dan kontribusi para
anggota perorangan sebagai berikut:
1.
Peningkatan pelayanan secara efisien melalui penyediaan
barang dan jasa oleh perusahaan koperasi tampaknya merupakan perangsang yang
sangat penting bagi (kebannyakan) anggota untuk turut serta memberikan
kontribusinnya bagi pembentukan dan pertumbuhan koperasi dan untuk
mempertahankan hubungan-hubungan usahannya secara intensif dengan koperasi.
Ciri dan intensitas perangsang yang dikehendaki melalui
penyediaan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan para anggota itu. Berkaitan
erat dengan kenyataan, apakah dan seberapa jauh barang dan jasa tersebut”
Barang dan jasa yang disediakan oleh suatu perusahaan koperasi,
yang tidak memenuhi kebutuhan para anggota atau yang disediakan dengan harga
lebih tinggi atau dengan kondisi yang lebih jelek daripada yang ditawarkan di
pasar, tentu saja bukan merupakan perangsang, malahan merupakan sumbangan atau
lawan perangsang, apabila anggota di paksa/ diwajibkan untuk menerimannya.
2.
Kontribusi para anggota bagi pembentukan dan
poertumbuhan perusahaan koperasi dalam bentuk sarana keuangan (dan mungkin pula
dalam bentuk bahan dan tenaga kerja) akan di nilai (secara subjektif) oleh
mereka atas dasar biaya oportunitas (opportunity costs), yang mungkin akan
mahal lagi para anggota yang miskin, terutama yang menyangkut sarana keuangan.
3.
Partisipasi dalam penetapan tujuan pembuatan keputusan
mengenai berbagai kegiatan, dan dalam pengawasan tata kehidupan koperasinya
dapat ditinjau dan sudut pandang para anggota dapat merupakan suatu insentif
ataupun suatu kontribusi.