1.1 Latar Belakang Masalah
Sikap mulai menjadi fokus
pembahasan dalam ilmu sosial semenjak awal abad 20. Secara bahasa, Oxford
Advanced Learner Dictionary (Hornby, 1974) mencantumkan bahwa sikap (attitude),
berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu “Manner of placing or holding the
body, and Way of feeling, thinking or behaving”. Sikap adalah cara menempatkan
atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Selain
itu, sikap atau attitude adalah suatu konsep paling penting dalam psikologi
sosial. Pembahasan yang berkaitan dengan psikologi (sosial) hampir selalu
menyertakan unsur sikap baik sikap individu maupun sikap kelompok sebagai salah
satu bagian pembahasannya. Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan pengertian
sikap, prose terbentuknya sikap, maupun proses perubahannya. Banyak pula
penelitian telah dilakukan terhadap sikap untuk mengetahui efek dan perannya
baik sebagai variabel bebas maupun sikap sebagai variabel tergantung. Terdapat
beberapa teori tentang sikap (Mann, 1969; Secord and Backman, 1964) antara lain
adalah teori keseimbangan (balance theory) oleh Heyder; teori kesesuaian
(congruity priciple) dari Tannenbaum; teori disonansi kognitif (cognitive
dissonance) yang dikemukakan oleh Festinger maupun teori afektif-kognitif dari
Rossenberg, serta beberapa teori lain. Di samping teori-teori tersebut di atas,
kemudian dikembangkanlah theory of reasoned action yang relatif baru yang
dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1980). Teori ini lebih menekankan pada
proses kognitif serta menganggap bahwa manusia adalah makhluk dengan daya nalar
dalam memutuskan perilaku apa yang akan diambilnya, yang secara sistematis
memanfaatkan informasi yang tersedia di sekitarnya.
Kepercayaan konsumen terhadap
suatu produk bahwa produk tersebut memiliki atribut adalah akibat dari
pengetahuan konsumen. Menurut Mowen dan Minor kepercayaan konsumen adalah
pengetahuan konsmen mengenai suatu objek, atributnya, manfaatnya. Pengetahuan
tersebut berguna dalam mengkomunikasikan suatu produk dan atributnya kepada
konsumen. Sikap menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut
tersebut. Berikut adalah beberapa karakteristik sikap antara lain :
1. Sikap positif, negatif, netral.
2. Keyakinan sikap.
3. Sikap memiliki objek.
4. Konsistensi sikap.
5. Resistensi sikap.
Empat fungsi sikap yang bisa
digunakan oleh pemasar sebagai metode untuk mengubah sikap konsumen terhadap
produk dan atributnya menurut Daniel Katz antara lain :
1. Fungsi utilitarian.
2. Fungsi mempertahankan ego.
3. Fungsi ekspresi nilai.
4. Fungsi pengetahuan.
Pengukuran sikap yang paling
populer digunakan oleh para peneliti konsumen adalah model multi atribut yang
terdiri dari tiga model : the attittude toward-object model, the attittude
toward-behavior model, dan the theory of reasoned-action model. Model ini menjelaskan
bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh sikap konsumen
terhadap atribut-atribut yang dievaluasi. Model ini menekankan tingkat
kepentingan yang diberikan kosumen kepada suatu atribut sebuah produk. Model
sikap lainnya yang juga sering digunakan adalah model sikap angka ideal. model
ini memberikan informasi mengenai sikap konsumen terhadap merek suatu produk
sekaligus memberikan informasi mengenai merek ideal yang dirasa suatu produk.
Perbedaannya dengan model multi atribut adalah terletak pada pengukuran sikap
menurut konsumen.
1.2 Identifikasi & Batasan
Masalah
a.
Pengertian sikap, motivasi dan
konsep diri?
b.
Pengaruh sikap, motivasi dan
konsep diri terhadap perilaku konsumen?
c.
Pembentukan sikap?
d.
Perubahan dan Fungsi Sikap?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk menjelaskan kepada
pembaca mengenai sikap, motivasi, dan konsep dalam perilaku konsumen.
b. Untuk mengetahui sampai sejauh mana sikap, motivasi dan konsep diri
mempengaruhi pembelian dan konsumsi seseorang.
c. Untuk mengetahui apakah teori yang diterima oleh pemasar selama ini sesuai
dengan pembelian dan konsumsi masyarakat.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Sikap, Motivasi,
dan Konsep Diri
2.1.1 Sikap
Kata sikap (attitude), berasal
dari bahasa Italia attitudine yaitu “Manner of placing or holding the body, and
Way of feeling, thinking or behaving”. Sikap adalah cara menempatkan atau
membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Berikut ini
adalah pengertian sikap dari beberapa para ahli antara lain :
1. Menurut Thomas (1918) dan
Znanieck (1974), sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang melibatkan
keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu.
Konsep sikap sebenarnya pertama kali diangkat ke dalam bahasan ilmu sosial
pertama kali oleh Thomas, sosiolog yang banyak menelaah kehidupan dan perubahan
sosial, yang menulis buku Polish Peasant in Europe and America: Monograph of an
Immigrant Group yang merupakan hasil riset yang dilakukannya bersama Znanieck.
Dalam buku tersebut, Thomas dan Znaniecki membahas informasi sosiologi dari
kedua sudut individualistik dan subjektivistik. Menurut pandangan mereka dua
hal yang harus diperhitungkan pada saat membahas kehidupan dan perubahan sosial
adalah sikap individu dan budaya objektif (objective cultural).
2. Menurut Allport (1935), sikap
adalah kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman, yang
mengarahkan dan secara dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap
semua objek dan situasi yang terkait.
3. Menurut Krech & Crutchfield,
sikap adalah pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari proses
motivasi, persepsi dan kognitif yang relatif menetap pada diri individu dalam
berhubungan dengan aspek kehidupannya. Sikap individu ini dapat diketahui dari
beberapa proses motivasi, emosi, persepsi dan proses kognitif yang terjadi pada
diri individu secara konsisten dalam berhubungan dengan obyek sikap.
Konsistensi ini sangat ditekankan oleh Campbel (1950, p. 31) yang mengemukakan
bahwa sikap adalah “A syndrome of response consistency with regard to social
objects”. Artinya, sikap adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap objek
sosial. Penekanan konsistensi respon ini memberikan muatan emosional pada
definisi yang dikemukakan Campbell tersebut. Sikap tidak hanya kecenderungan
merespon yang diperoleh dari pengalaman tetapi sikap respon tersebut harus
konsisten. Pengalaman memberikan kesempatan pada individu untuk belajar. Aiken
(1970)
menambahkan bahwa ; A learned predisposition or tendency on the part of an
individual to respond positively or negatively with moderate intensity and
reasonable intensity to some object, situation, concept, or other person. Sikap
adalah predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu
untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat dan
atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. Definisi yang
dikemukakan Aiken ini sudah lebih aktif dan operasional, baik dalam hal
mekanisme terjadinya maupun intensitas dari sikap itu sendiri. Predisposisi
yang diarahkan terhadap objek diperoleh dari proses belajar. Definisi di atas
nampaknya konsisten menempatkan sikap sebagai predisposisi atau tendensi yang
menentukan respon individu terhadap suatu objek. Predisposisi atau tendensi ini
diperoleh individu dari proses belajar, sedangkan objek sikap dapat berupa
benda, situasi, dan orang.
2.1.2 Motivasi
Kata motivasi berasal dari
Bahasa Inggris adalah “Motivation”. Perkataan asalnya ialah “Motive” yang juga
telah dipinjam oleh Bahasa Melayu atau Bahasa Malaysia kepada “Motif” yang
artinya tujuan. Jadi, motivasi adalah sesuatu yang menggerakan atau mengarahkan
tujuan seseorang dalam tindakan-tindakannya secara negatif atau positif untuk
mencapai tujuannya. Selain itu, ada tiga elemen utama dalam motivasi antara
lain : intensitas, arah, dan ketekunan. Pengertian motivasi menurut beberapa
ahli :
1.Menurut Cropley (1985),
Motivasi dapat dijelaskan sebagai “tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku
tertentu”
2. Menurut Wlodkowski (1985)
menjelaskan, motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan
perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada
tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafaskan behaviorisme (teori
belajar dan percaya bahwa semua perilaku yang diperoleh sebagai hasil dari
pengkondisian).
2.1.3 Konsep Diri
Konsep diri merupakan suatu
bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia.
Pengertian konsep diri menurut beberapa ahli:
1. Menurut Stuart dan Sudeen
(1998), konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan
dengan orang lain. Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan
kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang
berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
2. Menurut Beck, Willian dan
Rawlin (1986) menyatakan bahwa, konsep diri adalah cara individu memandang
dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual, sosial dan spiritual.
2.2 Komponen Sikap, Motivasi,
dan Konsep Diri
2.2.1 Sikap
Komponen yang secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :
a. Kognitif (cognitive)
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi
obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar
seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
b. Afektif (affective)
Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap.
Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek
tertentu.
c. Konatif (conative)
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri
seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi.
Sikap memiliki beberapa
karakteristik, antara lain: arah, intensitas, keluasan, konsistensi dan
spontanitas (Assael, 1984 dan Hawkins dkk, 1986). Karakteristik dan arah
menunjukkan bahwa sikap dapat mengarah pada persetujuan atau tidaknya individu,
mendukung atau menolak terhadap objek sikap. Karakteristik intensitas
menunjukkan bahwa sikap memiliki derajat kekuatan yang pada setiap individu
bisa berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan
luas mana kesiapan individu dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara
spontan. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan
bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial
untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif
dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku
terhadap suatu objek.
2.2.2 Movivasi
Ada tiga komponen utama dalam
motivasi yaitu :
a. Kebutuhan
Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia
miliki dan yang ia harapkan. Moslow membagi kebutuhan menjadi lima tingkatan
yakni a) kebutuhan fisiologis, b) kebutuhan akan rasa aman, c) kebutuhan
sosial, d) kebutuhan akan penghargaan diri, dan e) kebutuhan aktualisasi.
b. Dorongan
Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka
memenuhi harapan.
c. Tujuan
Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut
mengarahkan perilaku, dalam hal ini perilaku belajar. Kekuatan mental atau
kekuatan motivasi belajar dapat diperkuat dan dikembangkan. Interaksi kekuatan
mental dan pengaruh dari luar ditentukan oleh responden prakarsa pribadi
pelaku.
2.2.3 Konsep Diri
Staines (dalam Burns, 1993)
mengatakan bahwa konsep diri memiliki peranan penting dalam terbentuknya pola
kepribadian seseorang, karena konsep diri merupakan inti pola kepribadian;
konsep ini mempengaruhi berbagai sifat dalam diri seseorang. Lebih lanjut
dikatakan oleh Staines (dalam Ismail, 2001), konsep diri memiliki beberapa
komponen utama, yaitu :
a. Diri yang dikognisikan atau diri yang dasar, yaitu pandangan yang
digambarkan oleh inidvidu tentang diri sendiri; pemikiran atau persepsi
individu mengenai kemampuan, status, dan peranan individu dalam berhubungan
dengan dunia luar;
b. Diri yang lain atau diri sosial, pandangan atau penilaian tentang diri
sendiri yang didasarkan pada penilaian orang-orang yang dihormati atau
lingkungan sekitar yang memiliki pengaruh besar terhadap diri individu yang diperoleh
melaui interaksi sosial individu dengan orang lain.
c. Diri yang ideal, seperangkat interpretasi individu saat sedang mengungkapkan
keinginan atau aspirasi yang bersifat pribadi, sebagaian besar berupa keinginan
dan sebagian lagi merupakan keharusan-keharusan, atau yang disebut sebagai
perangkat ambisi-ambisi yang mengarah pada suatu yaitu gambaran diri yang ideal
dan dipahami oleh individu sebagai dirinya sendiri.
Hurlock (dalam Ismail, 2001),
membagi komponen konsep diri menjadi 2 (dua) bagian, yaitu :
a. Konsep diri yang sebenarnya; yaitu konsep seseorang dari siapa dan apa dia
itu. Konsep ini ditentukan oleh peran dan hubungan dengan orang lain
berdasarkan penilaian dan reaksi dari orang lain sehingga individu akan
memahami tentang dirinya, apakah dipandang baik atau buruk.
b. Konsep diri ideal; yaitu merupakan gambaran seseorang mengenai penampilan
dan kepribadian yang didambakan; gambaran pribadi tersebut diharapkan menjadi
pribadi yang seseuai dengan diri individu meskipun terdapat kemungkinan tidak
memiliki hubungan dengan realitas sama sekali.
Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam
proses terbentuknya konsep diri seseorang, evaluasi dan penilaian orang lain
sangat mempengaruhi terbentuknya pandangan atau penilaian individu terhadap
dirinya sendiri. Di samping itu, dalam diri individu terdapat konsep diri yang
ideal atau gambaran diri yang sesungguhnya didambakan oleh individu. Artinya,
konsep diri yang ideal ini sangat berpengaruh dalam diri individu, karena bila
reaksi lingkungan memiliki intensitas yang tinggi, maka akan semakin kuat pula
konsep diri tersebut. Sebaliknya bila reaksi lingkungan menjadi lemah, maka
akan semkin berkurang atau lemah konsep diri tersebut.
2.3 Pembentukan Sikap
Seseorang tidak dilahirkan
dengan sikap dan pandangannya, melainkan sikap tersebut terbentuk sepanjang
perkembangannya. Dimana dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk
pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar,
1995).Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa sumber pembentuk sikap ada empat,
yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok , pengaruh
media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting. Swastha dan Handoko
(1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan
ikut mempengaruhi pembentukan sikap.
Dari beberapa pendapat di atas, Azwar (1995) menyimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau
lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
a. Pengalaman pribadi
Middlebrook (dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang
dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk
sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika
yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena
penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.
b. Pengaruh orang lain yang
dianggap penting
Individu pada umumnya cenderung memiliki sifat yang konformis atau searah
dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik.
c. Pengaruh kebudayaan
Burrhus Frederic Skin, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh
lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian
merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement
yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 1995). Kebudayaan memberikan corak
pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan
garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.
d. Media massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan
lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan
orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat,
pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal
sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga
agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,
garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh
dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan
maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut
berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila
terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan
mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang
tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral
yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi
determinan tunggal yang menentukan sikap.
f. Faktor emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran prustrasi atau pengalihan bentuk mekamisme pertahanan
ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu
begitu prustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih
persisten dan bertahan lama.
2.4 Perubahan dan Fungsi Sikap
Sikap ternyata dapat berubah dan
berkembang karena hasil dari proses belajar, proses sosialisasi, arus
informasi, pengaruh kebudayaan dan adanya pengalaman-pengalaman baru yang
dialami individu (Davidoff, 1991).
Katz (dalam Azwar ,1995) menyebutkan pungsi sikap ada empat, yaitu :
a. Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yang menunjukkan bahwa individu
dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkannya dan
menghindari hal-hal yang tidak diinginkannya. Dengan demikian, maka individu
akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakan akan mendatangkan
keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang merugikannya.
b. Fungsi pertahanan ego yang menunjukkan keinginan individu untuk
menghindarkan diri serta melindungi dari hal-hal yang mengancam egonya atau
apabila ia mengetahui fakta yang tidak mengenakkan , maka sikap dapat berfungsi
sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan
kenyataan tersebut.
c. Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan keinginan individu untuk memperoleh
kepuasan dalam menyatakan sesuatu nilai yang dianutnya sesuai dengan
penilaian pribadi dan konsep dirinya.
d. Fungsi pengetahuan menunjukkan keinginan individu untuk mengekspresikan rasa
ingin tahunya, mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya.
2.5 Penerjemahan Sikap Dalam
Tindakan
Werner dan Pefleur (Azwar, 1995)
mengemukakan 3 postulat guna mengidentifikasikan tiga pandangan mengenai
hubungan sikap dan perilaku, yaitu
postulat of consistency, postulat of independent variation, dan postulate of
contigent consistency.
Berikut ini penjelasan tentang ketiga postulat tersebut :
a. Postulat Konsistensi
Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal memberi petunjuk yang cukup
akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila dihadapkan
pada suatu objek sikap. Jadi postulat ini mengasumikan adanya hubungan langsung
antara sikap dan perilaku.
b. Postulat Variasi Independen
Postulat ini mengatakan bahwa mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi
perilaku karena sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu
yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.
c. Postulat Konsistensi
Kontigensi
Postulat konsistensi kontigensi menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku
sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma,
peranan, keanggotaan kelompok dan lain sebagainya, merupakan kondisi
ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena itu,
sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan berbeda dari
waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi lainnya.
Postulat yang terakhir ini lebih masuk akal dalam menjelaskan hubungan sikap
dan perilaku.
Apabila individu berada dalam situasi
yang betul-betul bebas dari berbagai bentuk tekanan atau hambatan yang dapat
mengganggu ekspresi sikapnya maka dapat diharapkan bahwa bentuk-bentuk perilaku
yang ditampakkannya merupakan ekspresi sikap yang sebenarnya. Artinya, potensi
reaksi sikap yang sudah terbentuk dalam diri individu itu akan muncul berupa
perilaku aktual sebagai cerminan sikap yang sesungguhnya terhadap sesuatu.
Sebaliknya jika individu mengalami atau merasakan hambatan yang dapat
mengganggu kebebasannya dalam mengatakan sikap yang sesungguhnya atau bila
individu merasakan ancaman fisik maupun ancaman mental yang dapat terjadi pada
dirinya sebagai akibat pernyataan sikap yang hendak dikemukakan maka apa yang
diekspresikan oleh individu sebagai perilaku lisan atau perbuatan itu sangat
mungkin sejalan dengan sikap hati nuraninya, bahkan dapat sangat bertentangan
dengan apa yang dipegangnya sebagai suatu keyakinan, Semakin kompleks
situasinya dan
semakin banyak faktor yang menjadi pertimbangan dalam bertindak maka semakin
sulitlah mempediksikan perilaku dan semakin sulit pula menafsirkannya sebagai
indikator (Azwar, 1995).
2.6 Individu Penentu Perilaku
Konsumen (Individual Determinants of Consumer Behavior)
1. Demografis, psikografis, dan
kepribadian
Demografis berhubungan dengan ukuran, struktur, dan pendistribusian populasi.
Demografis berperan penting dalam pemasaran. Demografis membantu peramalan
trend suatu produk bertahun-tahun mendatang serta perubahan permintaan dan pola
konsumsi.
Psikografis adalah sebuah teknik operasional untuk mengukur gaya hidup. Dalam
kata lain psikografis adalah penelitian mengenai profil psikologi dari
konsumen. Psikografis memberikan pengukuran secara kuantitatif maupun
kualitatif. Bila demografis menjelaskan siapa yang membeli suatu produk,
psikografis menekankan pada penjelasan mengapa produk tersebut dibeli. Sangat
penting untuk meneliti faktor psikografis termasuk kepercayaan dan nilai karena
kesuksesan industri organik akan bergantung pada tingkat kemampuan memobilisasi
konsumen untuk menerima produk organik (Lea & Worsley, 2005).
Kepribadian dalam bidang pemasaran memiliki arti sebagai respon yang konsisten
terhadap pengaruh lingkungan. Kepribadian adalah tampilan psikologi individu
yang unik dimana mempengaruhi secara konsisten bagaimana seseorang merespon
lingkungannya.
2. Motivasi konsumen
Dalam menjawab pertanyaan mengenai mengapa seseorang membeli produk tertentu,
hal ini berhubungan dengan motivasi seorang konsumen. Motivasi konsumen
mewakili dorongan untuk memuaskan kebutuhan baik yang bersifat fisiologis
maupun psikologis melalui pembelian dan penggunaan suatu produk.
3. Pengetahuan konsumen
Pengetahuan konsumen dapat diartikan sebagai himpunan dari jumlah total atas
informasi yang dimemori yang relevan dengan pembelian produk dan penggunaan
produk. Misalnya apakah makanan organik itu, kandungan nutrisi yang terdapat di
dalamnya, manfaatnya bagi kesehatan, dan lain-lain.
4. Intensi, sikap, kepercayaan,
dan perasaan konsumen
Intensi adalah pendapat subjektif mengenai bagaimana seseorang bersikap di masa
depan. Ada beberapa jenis intensi konsumen. Intensi pembelian adalah pendapat
mengenai apa yang akan dibeli. Intensi pembelian kembali adalah apakah akan
membeli barang yang sama dengan sebelumnya. Intensi pembelanjaan adalah dimana
konsumen akan merencanakan sebuah produk akan dibeli. Intensi pengeluaran
adalah berapa banyak uang yang akan digunakan. Intensi pencarian
mengindikasikan keinginan seseorang untuk melakukan pencarian. Intensi konsumsi
adalah keinginan seseorang untuk terikat dalam aktifitas konsumsi. Sikap
mewakili apa yang disukai maupun tidak disukai oleh seseorang. Sikap seorang
konsumen mendorong konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap beberapa produk.
Sehingga sikap terkadang diukur dalam bentuk preferensi atau pilihan konsumen.
Preferensi itu sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sikap terhadap sebuah
objek dan relasinya terhadap objek lain. Kepercayaan
dapat didefinisikan sebagai penilaian subjektif mengenai hubungan antara dua
atau lebih benda. Suatu kepercayaan dibentuk dari pengetahuan. Apa yang telah
seseorang pelajari mengenai suatu produk mendorong timbulnya kepercayaan
tertentu mengenai produk tersebut. Perasaan adalah suatu keadaan yang memiliki
pengaruh (seperti mood seseorang) atau reaksi. Perasaan dapat bersifat positif
maupun negatif tergantung kepada setiap individu. Perasaan juga memiliki
pengaruh terhadap penentuan sikap seorang konsumen.
2.7 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Konsumen
a. Faktor Kualitas, merupakan
atribut produk yang dipertimbangkan dari segi manfaat fisiknya.
b. Faktor Brand atau Merek, merupakan atribut yang memberikan manfaat non
materiel, yaitu kepuasan emosional, terdiri dari variabel : mempertimbangkan
merek sebelum membeli, memilih merek tertentu, memilih merek yang terkenal.
c. Faktor Kemasan, atribut produk berupa pembungkus daripada produk utamanya,
yang terdiri dari variabel : memilih bentuk dan design kemasannya indah,
memilih bahan kemasannya tahan lama, memilih kemasannya dapat dimanfaatkan.
d. Faktor Harga, pengorbanan riil dan materiel yang diberikan oleh konsumen
untuk memperoleh atau memiliki produk, dengan mempertimbangkan variabel :
membanding-bandingkan harga sebelum membeli, memilih harga yang murah, memilih
harganya sebanding dengan kualitasnya, memilih yang mendapat discount harga.
e. Faktor ketersediaan barang merupakan sejauhmana sikap konsumen terhadap
ketersediaan produk yang ada, yang terdiri dari variabel : mempertimbangkan
tempat untuk membeli, memilih di toko atau pasar yang terkenal, memilih untuk
membeli di toko atau pasar yang terdekat, memilih untuk membeli di toko atau
pasar yang lengkap pilihannya.
f. Faktor Acuan, merupakan pengaruh dari luar yang ikut memberikan rangsangan
bagi konsumen dalam memilih dan membeli, sehingga dapat pula dipakai sebagai
media promosi.
BAB III METODELOGI
Prosedur Pengambilan dan
Pengumpulan Data
Data yang diambil merupakan data primer. Prosedur pengambilan dan pengumpulan
data dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
1) Kuesioner, yaitu pengedaran pertanyaan mengenai sikap konsumen terhadap
variabel-variabel yang dieksplor dengan menggunakan skala penilaian model
Likert, dengan rentang penilaian dari 1 untuk sikap yang paling disetujui
sampai dengan 6 untuk sikap yang paling tidak disetujui.
2) Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan responden.
Tujuan wawancara adalah untuk mendukung teknik kuesioner, terutama bila ada
yang kurang jelas.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan dan Saran
Dari penulisan diatas dapat
disimpulkan bahwa melalui sikap, motivasi, dan konsep diri, kita dapat memahami
proses kesadaran yang menentukan tindakan nyata dan yang tindakan yang mungkin
dilakukan individu dalam kehidupan sosialnya. Menurut Thomas & Znaniecki
(1920) menegaskan bahwa sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu perilaku tertentu sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis
yang murni dari individu (purely psychic inner state), tetapi sikap lebih
merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi
secara subjektif dan unik pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi
oleh adanya perbedaan individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang
ingin dipertahankan dan dikelola oleh individu. Ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau
lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
Sikap mewakili apa yang disukai maupun tidak disukai oleh seseorang. Sikap seorang
konsumen mendorong konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap beberapa produk.
Sehingga sikap terkadang diukur dalam bentuk preferensi atau pilihan konsumen.
4.2 Daftar Pustaka
Engel, James F. et.al. 1995.
Perilaku Konsumen, Binarupa Aksara. Jakarta.
Kristiadi, A., 1998. Hubungan antara Sikap terhadap Sistem Desentralisasi
dengan Kepuasan Kerja Kepala-kepala Seksi pada Perusahaan Textile PT.Kusumahadi
Santoso, Karanganyar- Surakarta. Intisari Skripsi. Tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Rais, Abdul Rozaq, 2003, Analisis Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Rawat
Inap (Studi Pada Pasien RS. PKU Muhammadiyah), Penelitian tesis, Surakarta:
Universitas Muhammaiyah Surakarta.
Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi Buku 1, 2007, Jakarta : Salemba Empat.
Setiadi, Nugroho. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta : Kencana.
Winardi.1999. Marketing dan Perilaku Konsumen. Mandar Madju, Jakarta.