Minggu, 27 November 2011

Sumber Daya Manusia (SDM) Dan Ekonominya Rakyat Indonesia



SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu:
1). Ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja.
Ketidakseimbangan antara jumlah kesempatan kerja yang dibutuhkan tidak sesuai dengan angkatan kerja. Angkatan kerja yang melebihi kapasitas menimbulkan konflik terhadap jumlah lapangan pekerjaan yang disediakan. Sempitnya jumlah kesempatan dalam suatu perusahaan membuat banyaknya calon pekerja yang terbengkalai akibat tidak efektifnya pengelolaan jumlah angkatan kerja.

2). Tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah.
Semakin banyakya angkatan kerja dengan pendidikan yang sama , menimbulkan jumlah kesempatan kerja semakin menurun. Semakin terbatasanya tingkat pendapatan perkapita dan meningkatnya biaya untuk pendidikan , membuat pemikiran orang terhadap pendidikan semakin kecil. Sehingga banyaknya factor yang tidak sesuai dengan tingkat intelektualitas yang seharusnya dapat dijadikan acuan untuk mengedepankan tingkat pendapatannya. Meskipun sebagian orang dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi agar bisa meningkatkan taraf hidupnya. Meskipun banyaknya tingkat pendidikan yang lebih tinggi, tidak menutup kemingkinan dapat mendapatkan lahan pekerjaan yang tidak diinginkan untuknya .

Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia.

Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.

Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya perguruan tinggi ikut bertanggungjawab. Fenomena penganguran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.

Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan — tidak lebih dari 12% — pada peme-rintahan di era reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas.

Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja.

Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.

Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha.

Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).

Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak akan mampu menembus pasar internasional.

Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi.
Dengan begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai kondisionalitas yang tercipta akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya masalah-masalah sosial ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin menciptakan ketergantungan kepada negara maju karena utang luar negeri yang semakin berlipat.

Sejarah & Butir-butir Pancasila


SEJARAH PANCASILA

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata, dan berasal dari bahasa Sansekerta yang mempunyai arti panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar Negara yang resmi, terdapat usulan-uslauan pribadi yang dikemukakan oleh Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Lima dasar yang dirumuskan dan dikemukakan Moh Yamin saat berpidato pada tanggal 29 Mei 1945 adalah sebagai berikut :
1.      Peri Kebangsaan
2.      Peri Kemanusiaan
3.      Peri Ketuhanan
4.      Peri Kerakyatan
5.      Kesejahteraan Rakyat

Moh Yamin mengatakan bahwa kelima sila tersebut berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia.

Namun Moh Hatta dalam memoernya meragukan pidato yang diucapkan  oleh Moh Yamin. Kemudian Ir Soekarno pun mencetuskan 5 sila. Kemudian, pada tanggal 1 Juli 1945 Ir Soekarno pun mengemukakan pendapatnya dalam pidato spontannya yang dikenal dengan judul “Lahirnya Pancasila”. Adapun dasar-dasar sila yang dikemukakan oleh Ir Soekarno adalah sebagai berikut :
1.      Kebangsaan
2.      Internasionalisme
3.      Mufakat, Dasar Perwakilan, Dasar Permusyawaratan
4.      Kesejahteraan
5.      Ketuhanan

Kemudian nama Pancasila dicetuskan Ir Soekarno saat pidatonya. Setelah rumusan pancasila diterima sebagai dasar Negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya adalah :
·         Rumusan Pertama yaitu Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada tanggal 22 Juni 1945
·         Rumusan  Kedua yaitu Pembukaan Undang-undang Dasar pada tanggal 18 Agustus 1945
·   Rumusan Ketiga yaitu Mukaddiumah Konstitusi Republik Indonesia Serikatpada tanggal 27 Desember 1949
·         Rumuasn Keempat yaitu Mukaddimah UUDS pada tanggal 15 Agustus 1950
·    Rumusan Kelima yaitu rumusan kedua yang dijiwai oleh rumusan pertama (menunjuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959).

Kemudian diakan perbaharuan mengenai Pancassila. Adapun Lima sandi utama penyusun Pancasila adalah :
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

BUTIR-BUTIR PANCASILA

Dalam masing-masing sila terdapat butir-butir yang dapat memperjelas makna dari tiap-tiap sila tersebut. Penulis selaku penyusun makalah ini akan membahas mengenai butir-butir pancasila.


Adapun butir-butir yang terkandung dalam tiap-tiap sila menurut Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 mengenai Ekaprasetia Pancakarsa adalah sebagai berikut :
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
a.   Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b.   Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
c.    Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d.   Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e.       Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
f.     Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
g.      Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2.      Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
a.    Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b.     Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
c.        Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d.       Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
e.        Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
f.        Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g.       Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
h.       Berani membela kebenaran dan keadilan.
i.         Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
j.         Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3.      Persatuan Indonesia
a.        Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b.       Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
c.        Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d.       Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e.   Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
f.        Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
g.       Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4.      Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
a.   Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
b.          Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c.          Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d.         Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e.      Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f.           Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g.      Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
h.          Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i.        Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j.   Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

5.      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a.      Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b.       Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c.        Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d.       Menghormati hak orang lain.
e.        Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f.     Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
g.   Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
h.     Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
i.         Suka bekerja keras.
j.     Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
k.    Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
 

Senin, 07 November 2011